MAKALAH
ILMU
MANTIQ AL-QIYAS
(Syllogisme)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Mantiq
Dosen pengampu: .................................
Oleh:
............................................
Jurusan: Tarbiyah
Program Studi: Pendidikan Agama Islam
UNIVERSITAS ..............................................................
2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan pencipta
alam semesta yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang
menjadikan setiap apa yang ada dibumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang
berfikir. Dan sungguh berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini demi memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapakan banyak terimakasih.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapakan saran dan
kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan
mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
..............., .............. Novenber 2012
................................
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………….
DAFTAR
ISI ……………………………………………………………………...
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
…………………………………………………
B. Rumusan masalah
……………………………………………..
C. Tujuan dan Kegunaan
………………………………………....
D. Metode penulisan
………………………………………………
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiyas ………………………………………………
B. Ajzaul Qiyas
…………………………………………………..
C. Macam-macam Qiyas …………………………………………
D. Syarat-syarat Qiyas
……………………………………………
E. Rukun Qiyaas
………………………………………………….
F. Asyakalul Qiyas Wadhurubuhu
……………………………….
G. Hukum-hukum Qiyas
……………………………………….....
BAB
III KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BIOGRAFI
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hidup bagi manusia berarti rangkaian keputusan yang tiada
henti-hentinya. Keputusan itu adakalanya dikatakan dalam bentuk bahasa, adakalanya
dinyatakan dalam bentuk tindakan dan adakalanya tinggal saja dalam batin
manusia. Adapun keputusan tersebut merupakan hasil dari qiyas (Syllogisme),
yaitu pengambilan kesimpulan dimana kita menarik dua macam keputusan (qadhiyah)
yang mengandung unsur bersamaan dan salah satunya harus universil, suatu
keputusan ketiga yang kebenarannya sama dengan kebenaran yang ada pada kedua
keputusan yang terdahulu itu.
Agar qiyas menjadi jalan pikiran yang lurus sehingga
mencapai kebenaran, maka qiyas harus tunduk pada kebenaran ketentuan. Jika
qiyas telah mengikuti aturan-aturan ini maka ia akan menghasilkan kebenaran
logis atau kebenaran formal. Sedangkan kebenaran objektif atau kebenaran
material akan tercapai jika premis-premisnya telah dibuktikan kebenarannya.
B.
Rumusan Masalah
Setiap penelitian pada awalnya karena adanya masalah. Maslah
penelitian timbul karena adanya tantangan, kesangsian, atau kebingungan
terhadap sesuatu hal atau permaslahan.
Penyusunan makalah ini berusaha menjawab pertanyaan yang
dirumuskan sebagai berikut:
·
Apakah yang dimaksud dengan qiyas?
·
Apasajakah bagian-bagian dari qiyas?
C.
Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan:
Seperti yang tersirat pada rumusan masalah diatas, makalah
ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui apakah maksud dan arti
qiyas.
b. Mengetahui dan memahami qiyas dan
bagian-bagiannya.
2. Kegunaan:
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi:
1. Siswa dan guru, hasil makalah ini
disa menjadi masukan dan pengetahuan serta menambah wawasan bagi siswa
dan guru dalam memahami dan mempelajari Ilmu Mantiq.
2. Khazanah Ilmu pengetahuan, hasil
makalah ini diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
D.
Metode Penyusunan
Landasan penulis dalam memperoleh kesimpulan yang diharapkan
diperlukan metode yang tepat dalam penyusunan makalah. Metode yang penulis
gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka, yaitu “suatu usaha
pengumpulan data dan informasi dengan satuan bermacam-macam material yang
terdapat diruang perpustakaan dan media internet.”.
Tentunya dengan harapan bahwa pengumpulan data melalui studi
pustaka yang penulis gunakan dapat memperoleh teori-teori atau pendapat para
ahli ilmu mantiq tentang Al-qiyas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN QIYAS
Qiyas menurut bahasa berarti
menyamakan sesuatu, sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah menpersamakan
hukum suatu peristiwa yang tidak ada nash hukumnya, dengan suatu peristiwa yang
ada nash hukumnya, karena persamaan keduanya itu dalam illat hukumnya.
Qiyas ialah merupakan kalimat yang
tersusun dari beberapa qadhiyah, jika qadhiyah itu benar, maka lazim
daripadanya menurut keadaan qadhiyah itu, menimbulkan suatu qadhiyah yang lain
dan baru, seperti:
1.
Besi itu, ialah logam.
2.
Tiap-tiap logam ialah unsur.
3.
Maka besi itu merupakan unsur.
Kalau diperhatikan sungguh-sungguh qadhiyah yang
tersusun dalam contoh ini, kita peroleh suatu penjelasan bahwa sesungguhnya hal
itu menyadarkan sesuatu kepada sesuatu yang lain dengan perantaraan suatu
yang ketiga (sebagai perantaraan) untuk menghubungkan keduanya.
Jelasnya kita menyandarkan pada besi setelah disandarkan
masing-masing kepada yang ketiga, ialah logam, maka logam sebagai hal yang
ketiga yang ada hubungannya atau persamaan yang disandarkan kepada
masing-masing, dari besi dan unsur dan dengan perantaraan yang ketiga, dapat
diambil kesimpulan bahwa hubungan antara besi dan unsur, maka sesungguhnya hal
yang ketiga ini menurut hakikatnya sebagai ukuran yang dapat menghubungkan
antara besi dan unsur. Dari sebab itu istidlal yang semacam ini disebut qiyas.
Definisi Qiyas (Syllogisme) ialah suatu pengambilan
kesimpulan dimana kita menarik dua macam keputusan (qadhiyah) yang mengandung
unsur bersamaan dan salah satunya harus universil, suatu keputusan ketiga yang
kebenarannya sama dengan kebenaran yang ada pada kedua keputusan yang terdahulu
itu.
B. AJZAUL-QIYAS
Qiyas merupakan perbandingan antara
dua perkara dengan perkara yang ketiga, maka sesungguhnya qiyas itu harus
mengandung tiga lafadh. Dari ketiga lafadh itu tersusun tiga qadhiyah seperti
berikut:
1.
Qadhiyah pertama, mengandung dan
menisbahkan salah satu dari dua perkara kepada perkara yang ada persamaannya.
2.
Qadhiyah yang kedua, mengandung atau
menisbahkan perkara yang kedua kepada perkara yang ada persamaannya.
3.
Qadhiyah yang ketiga, mengandung
atas nisbah salah satu dari dua perkara kepada perkara yang lain.
Dua
qadhiyah yang pertama dinamakan muqaddimah qiyas. Adapun lafadh yang
ketiga dinamakan hududul qiyas.
Dan bahwasanya had yang nampak dalam
salah satu dari dua muqaddimah dan dalam natijah dan sebagai maudhu’ dari
natijah itu disebut haddul ashghar (minor term), karena biasanya lebih khusus
dari had yang lain.
Adapun had
yang nampak dalam masing-masing dua muqaddimah dan menunjukkan adnya persamaan
yang dapat disandarkan pada maasing-masing daripada dua perkara yang dimaksud
untuk diperbandingkan antara keduanya yang disebut haddul ausath (midle term).
Sebenarnya
ajzaul qiyas ialah merupakan tiga hudud dan tiga qadhiyah. Adapun natijah
adalah sebagai kelaziman, setelah di susun nya dua muqaddimah dengan secara
benar-benar, adapun natijah sebelum tersusunnya dua muqaddimah itu, ketika
fikiran kita menertibkan qiyas dan mengadakannya atas dasar qiyas tadi, maka
natijah tadi dinamakan matlub. Adapun qadhiyah yang tersusun daripadanya suatu
qiyas dinamakan madatul qiyas.
Adapun penyusun yang tertentu secara khusus yang terjadi
dalam madatul qiyas disebut suratul qiyas.
C. MACAM-MACAM QIYAS
1. Qiyas istisnai
Qiyas istisnai ialah merupakan qiyas
yang telah disebutkan dalam qiyas itu ‘ain natijah atau naqidh secara nyata
(bil fi’li).
Dinamakan qiyas istisnai karena mengandung adat istisnai
yaitu lafadh lakin tetapi (qiyas istisnai dalam bahasa lain disebut disjunctive
syllogisme).
Adakalanya qiyas natijahnya telah disebutkan dalam qiyas itu
secara nyata (bil fi’li) seperti:
Jika bentuk ini merupakan segitiga, maka jumlah sudutnya sama dengan dua kali
sudut tegak lurus (180o). Tetapi oleh karena bentuk ini merupakan
segitiga maka jumlah sudutnya sama dengan dua kali sudut tegak lurus.
Tetapi karena jumlah sudutnya tak sama dengan sudut tegak
lurus, maka bentuk ini tidak berbentuk segitiga. Maka natijahnya ialah bentuk
ini tidak berbentuk segitiga, itu telah disebutkan dalam salah satu dari dua
muqaddimah, yang naqidhnya ialah: bentuk ini segitiga, maka ini merupakan
naqidh dari bentuk ini, tidak berbentuk segitiga.
2. Qiyas iqtirani
Qiyas iqtirani adalah qiyas yang dua
muqaddimahnya mengandung natijah secara prinsip (bil quwah) tidak
secara nyata (bil fi’li).
Dalam qiyas ini natijahnya
disebutkan secara prinsipnya (bil quwah tidak bil fi’li), artinya bahwa keadaan
dua muqaddimah dalam qiyas mengandung madatan natijah (bahan-bahan)
tetapi tidak mengandung bentuk natijah.
Bagian-bagian qiyas iqtirani
Qiyas iqtirani dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Qiyas iqtirani hamli (Categorical
Syllogisme)
Suatu qiyas yang tersusun dari qadhiyah-qadhiyah hamliyah
yang sederhana saja.
Contoh:
· Manusia itu merupakan binatang
· Tiap binatang membutuhkan makanan
· Manusia membutuhkan makan
b.
Qiyas iqtirani syarthi (Hypotical
Syllogisme)
Suatu qiyas yang tersusun dari qadhiyah-qadhiyah syarthiyah
baik muttashilah maupun munfashilah.
Contoh:
1. -Tiap-tiap matahari terbit, datanglah
siang.
- Tiap-tiap siang para pekerja giat
bekerja di lapangan.
- Maka tiap-tiap matahari terbit para
pekerja giat bekerja di lapangan.
2. - Setiap keadaan barang melimpah di
pasar maka sedikit permintaan.
- Setiap sedikit permintaan, maka
harga menurun.
- Setiap keadaan barang melimpah
di pasar maka harga menurun.
3.Pelajar adakalanya rajin dan adakalanya malas.
- Pelajar yang rajin mempunyai harapan
sukses.
- Pelajar adakalanya malas, dan
adakalanya mempunyai harapan sukses.
Jika kita perhatikan ketiga contoh diatas, dapat kita
ketahui pada contoh pertama kedua-duanya tersusun dari dua qadhiyah syarthiyah
muttashilah. Contoh kedua tersusun dari qadhiyah syarthiyah muttashilah dan
qadhiyah hamliyah. Dan pada contoh yang ketiga tersusun dari qadhiyah
syarthiyah munfashilah dan qadhiyah hamliyah.
D. SYARAT-SYARAT
QIYAS
Syarat-syarat qiyas diantaranya sebagai berikut:
1.Tidak ada natijah (konklusi) dalam qiyas yang tersusun
dari dua muqaddimah (premis) yang masing-masing juz-iyah (particular).
2.Jika salah satu dari dua muqaddimah itu juz-iyah, maka
natijahnya juga juz-iyah.
3. Antara juz-iyah kubra dan salibah
shughra tidak bernatijah.
E. RUKUN QIYAS
1. Al-Asl
adalah malasalah yang telah ada hukumnya,
berdasarkan nash, ia disebut al Maqis ’alaih ( yang diqiyaskan kepadanya ),
Mahmul ’alaih ( yang dijadikan pertangungan ), musyabbah bih ( yang
diserupakan dengannya).
2. Al Far’u
adalah masalah baru yang tidak ada
nashnya atau tidak ada hukumnya, ia disebut Maqis (yang diqiyaskan) AlMahmul
(yang dipertangungkan), dan al musyabbah (yang diserupakan).
3. Hukum Asl
adalah hukum yang telah ada pad asl (pokok) yang
berdasarkan atas nash atau ijma’, ia dimaksudkan untuk menjadi hukum pada al
far’u (cabang).
4. Al Illat
adalah suatu sifat yangada pada asl yaang padanya lah
dijadikan sebagai dasr untuk menentuan hukum pokok, dan berdasarkan adanya
keberadaanya sifat itu pada cabang (far), maka ia disamakan dengan
pokoknya dari segi hukum.
Syarat-syarat i’llat
·
Illat itu adalah sifat yang jelas,
yang dapat dicapai oleh panca indra.
·
Merupaka sifat yang tegas dan tidak
elastis yakani dapat dipastiakan berwujudnya pada furu’ dan tidak mudah
berubah.
·
Merupakan sifat yang munasabah ,
yakni ada persesuian antara hukum da sifatnya.
·
Merupakan sifat yang tidak terbatsas
pada aslnya , tapi bisa juaga berwujud pad beberapa satuan hukum yang bukan
asl.
F. ASYKALUL QIYAS WADHURUBUHU
(Bentuk-bentuk qiyas dan
bagian-bagiannya)
1. Asyakalul Qiyas
Telah kita ketahui bahwa qiyas harus
terdiri dari tiga qadhiyah dan tiga had. Dari tiga had itu antara lain ad yang
berulang-ulang pada dua muqaddimah, yang disebut haddul ausath. Dan dua had
lainnya masing-masing muncul, sekali pada muqaddimah shughra dan sekali pada
natijah.
Contoh:
§ Muqaddimah
shughra : Alkhamru musykirun.
§ Muqaddimah
kubra : Kullu musykirin haram.
§ Natijah
: Alkhamru haram.
Pada contoh diatas, yang mengalami perulangan pada dua
muqaddimah ialah musykirun yang disebut sebagai haddul ausath (midle term). Dan
dua had lainnya muncul pada:
a
Muqaddimah shughra, yaitu Alkhamru
yang disebut sebagai haddul ashgar (minor term), dan
b.Nampak pada natijah yaitu haram yang disebut haddul akbar
(major term).
Haddul ausath dalam dua muqaddimah berbeda terlataknya.
Dalam muqaddimah shughra menjadi mahmul (predikat) dan dalam muqaddimah kubra
menjadi maudhu’ (subyek) atau sebaliknya. Untuk membuat natijah, kita harus
menghilangkan haddul ausath yaitu unsure-unsur yang sama pada dua muqaddimah,
pada contoh diatas ialah muskir, kemudian haddul ashghar (Alkhamru) disusun
menjadi maudhu’ dan haddul akbar (haram) menjadi mahmul, sahingga menjadi
susunan ”Alkhamru haram”. Inilah yang disebut dengan natijah (konklusi).
Keadaan letak haddul ausath dalam muqaddimah disebut
syaklul qiyas (bentuk qiyas). Menurut letaknya, syaklul qiyas dibagi menjadi
empat bagian, yaitu:
1. Syakal pertama
Yaitu jika haddul ausath menjadi mahmul dalam
muqaddimah shughra dan menjadi maudhu’ dalam muqaddimah kubra.
Contoh:
a. Semua pisang mengandung vitamin.
b. Semua yang mengandung vitamin
berguna untuk kesehatan.
c. Semua pisang berguna untuk
kesehatan.
Sehingga:
a = b : b = c ; maka a = c.
2. Syakal kedua
Yaitu jika haddul ausath menjadi mahmul dalam dua
muqaddimah (shughra dan kubra).
Contoh:
a. Tiap-tiap perak itu logam.
b. Tidak satu pun, tumbuh-tumbuhan itu
logam.
c. Jadi tidak satu pun, perak itu
tumbuh-tunbuhan.
Sehingga:
A = b ; c = b ; maka a = c.
3. Syakal ketiga
Yaitu jika haddul ausath dalam qiyas menjadi maudhu’ dalam
dua muqaddimah.
Contoh:
a. Tiap-tiap segitiga merupakan bidang
datar.
b. Tiap-tiap segitiga mempunyai tiga
sudut.
c. Sebagian bidang datar mempunyai tiga
sudut.
Sehingga:
b
= a ; b = c ; maka a = c.
4. Syakal keempat
Yaitu jika haddul ausath menjadi maudhu’ dalam muqaddimah
shughra dan menjadi mahmul dalam muqaddimah kubra.
Contoh:
a. Semua tentara berseragam.
b. Semua yang berseragam gagah.
c. Sebagian yang gagah adalah tentara.
Sehingga:
b
= a : c = b ; maka a = c.
Empat syakal diatas dalam logika umum dibentuk dalam rumus sebagai berikut:
Syakal
1
Syakal 2 Syakal 3
Syakal 4
M
P
P M
M
P
P M
S
M
S
M M
S
M S
_______
________
_______ _______
S
P
S
P
S
P
S P
Keterangan:
M
= Medium (haddul ausath).
S
= Subyek (maudhu’).
P
= Predikat (mahmul).
Dalam ilmu mantiq, orang mementingkan peninjauan keputusan-keputusan yang
bermacam-macam pada perbedaan kuantitetnya. Apabila perbedaan kuantitet/kam dan
kualitet/kaif digabungkan maka terdapat empat kemungkinan bagi suatu kalimat
atau keputusan. Empat kemungkinan tersebut ialah:
1. Mujabah kulliyah,
2. Salibah kulliyah,
3. Mujabah juz-iyah, dan
4. Salibah juz-iyah.
Untuk mempermudah tanda penggunaan
empat kemungkinan tersebut digunakan rumus logika umum dengan tanda-tanda
sebagai berikut:
1. Mujabah kulliyah dengan rumus A (Universal
affirmative).
2. Salibah kulliyah dengan rumus E (Universal
negative).
3. Mujabah juz-iyah dengan rumus I (Particular
affirmative).
4. Salibah juz-iyah dengan rumus O (Particular
negative).
2. Dhurubul qiyas
Dhurubul
qiyas adalah keadaan nisbah dua muqaddimah, satu sama lain dalam kam dan
kaifnya (kuantitet dan kualitet). Artinya kedua muqaddimah itu adakalanya
kulliyah semua atau juz-iyah semua, dan adakalanya mujabah semua atau salibah
semua, atau satu kulliyah dan yang lainnya juz-iyah, adapun satu salibah dan
yang lainnya mujabah, atau sabaliknya. Keadaan yang demikian disebut dharab.
Setuap
syakal memiliki bermacam-macam dharab, menurut akal ada 16 syakal. Jumlah ini
merupakan hasil perkalian dari muqaddimah shughra dengan muqaddimah kubra yang
masing-masing terdiri dari kulliyah, salibah, mujabah, dan salibah.
Jika
setiap syakal memiliki 16 dharab, dan semua ada 4 syakal, maka jumlah
keseluruhannya menjadi 64 dharab. Tetapi tidak semua dari jumlah
tersebut akan mengeluarkan natijah yang baik, artinya ada natijah yang
baik dan ada natijah yang tidak baik. Syakal yang bisa mengeluarkan
natijah dengan baik adalah syakal yang memenuhi syarat yang dipandang dari kam
(kuantitet) dan kaifnya (kuantitet).
Syarat-syarat syakal yang baik:
1. Syakal pertama, muqaddimah
shughranya harus mujabah dan muqaddimah kubranya harus kulliyah.
2. Syakal kedua, muqaddimah kubranya
harus kulliyah, sedangkan kaifnya harus berbeda, artinya jika dalam muqaddimah
shughra mujabah, maka dalam muqaddimah kubra salibah dan sebaliknya.
3. Syakal ketiga, muqaddimah shughra
harus mujabah, dan salah satu dari dua muqaddimah (sekurang-kurangnya) harus
kulliyah.
4. Syakal keempat, tidak berkumpul dua
khisah (salibah dan juz-iyah) dalam dua muqaddimah atau salah satunya, kecuali
(boleh berkumpul) jika shughranya mujabah juz-iyah dan kubranya salibah
kulliyah.
Dengan
dipenuhi syarat-syarat ini, maka syakal-syakal itu akan mengeluarkan natijah
dengan baik.
1. Syakal pertama
Untuk
syakal pertama, dapat mengeluarkan natijah yang baik, empat dharab.
a.
Shughra dari kulliyah mujabah dan
kubra dari kulliyah mujabah. Natijanya kulliyah mujabah.
b. Shughra kulliyah mujabah, kubra
kulliyah salibah. Natijahnya kulliyah salibah.
c.
Shughra juz-iyah mujabah, kubra
kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
d. Shughra mujabah juz-iyah, kubra
kulliyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
2. Syakal kedua
Untuk
syakal kedua dapat mengeluarkan natijah yang baik, ada empat dharab.
a.
Shughra kulliyah mujabah, kubra
kulliyah salibah. Natijahnya kulliyah salibah.
b. Shughra kulliyah salibah, kubra
kulliyah mujabah. Natijahnya kulliyah satijah.
c.
Shughra juz-iyah mujabah, kubra
kulliyah salibah. Natijah juz-iyah salibah.
d. Shughra juz-iyah salibah, kubra
kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah salibah.
3. Syakal ketiga
Syakal ketiga mengeluarkan natijah
yang baik, ada 6 dharab.
a.
Shughra kulliyah mujabah, kubra
kulliyah mujabah, natijahnya juz-iyah mujabah.
b. Shughra juz-iyah mujabah, kubra
kulliyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
c.
Shughra juz-iyah mujabah, kubra
kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
d. Shughra kulliyah mujabah, kubra
juz-iyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
e.
Shughra kulliyah mujabah, kubra
juz-iyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
f.
Shughra juz-iyah mujabah, kubra
kulliyah salibah. Natijahnya juz-iyah salibah.
4. Syakal keempat
Syakal
keempat yang dapat mengeluarkan natijah yang baik ada lima dharab.
a.
Shughra kulliyah mujabah, kubra
kulliyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
b. Shughra kulliyah mujabah, kubra
juz-iyah mujabah. Natijahnya juz-iyah mujabah.
c.
Shughra kulliyah salibah, kubra
kulliyah mujabah. Natijahnya kulliyah salibah.
d. Shughra kulliyah mujabah,
kubra kulliyah salibah. Natijahnya kulliyah salibah.
e.
Shughra juz-iyah mujabah, kubra
kulliyah salibah. Natijahnya kulliah salibah.
G. HUKUM-HUKUM QIYAS
1. Hukum qiyas ittishali
a.
Mengistisnaikan (mengecualikan) ‘ain
muqaddim, menatijahkan ‘ain tali.
Contoh:
·
Apabila matahari tenggelam, maka
wajib shalat maghrib.
·
Akan tetapi matahari telah
tenggelam.
·
Maka wajib shalat maghrib.
b. Mengecualikan naqidh tali,
menatijahkan naqidh muqaddam.
Contoh:
·
Apabila derajat panas orang sakit
sampai 42oC, maka tidak ada harapan hidup.
·
Akan tetapi harapan hidup masih ada.
·
Maka derajat panas orang sakit tidak
sampai 42oC.
Karena
tali lebih umum daripada muqaddam, jadi ketetapan umum tidak melazimkan membawa
katetapan yang lebih khusus, seperti adanya binatang tidak melazimkan adanya
manusia.
Jadi
sesungguhnya, muqaddam lebih khusus dari tali, maka menafikan yang khusus tidak
melazimkan yang umum, seperti adanya manusia tidak melazimkan adanya binatang.
2. Hukum qiyas istisnai infishali
a.
Haqiqiyah
1. Istisnai salah satu dari ujung dua
qadhiyah, menatijahkan naqidh yang lain. Seperti:
·
Bilangan adakalanya genap, dan
adakalanya ganjil.
·
Akan tetapi bilangan itu genap.
·
Maka tidak ganjil.
( akan tetapi bilangan itu ganjil,
maka tidak genap).
2. Istisnai naqidh salah satu dari dua
ujung qadhiyah, menatijahkan ‘ain yang lainnya. Seperti:
·
Bilangan itu adakalanya genap,
adakalanya ganjil.
·
Akan tetapi tidak benar.
·
Maka ganjil.
(akan tetapi bilangan itu tidak ganjil,
maka genap.
b. Mani’atul jam’in
Menistisnaikan salah satu ‘ain
(muqaddam/tali), menatijahkan naqidh yang lain.
Contoh:
·
Benda itu adakalanya putih dan
adakalanya hitam.
·
Akan tetapi benda itu putih.
·
Maka tidak hitam.
(akan
tetapi benda itu hitam, maka tidak putih)
Adapun
istisnai dari salah satu naqidh dari ujung (muqaddam dan tali), maka hal ini
tidak menatijahkan sama sekali.
c.
Mani’atul khulluwin
Mengistisnaikan salah satu naqidh
dari dua ujung, menatijahkan ‘ain yang lainnya.
Contoh:
· Benda ini adakalanya logam dan
adakalanya emas.
· Akan tetapi benda ini tidak logam.
· Maka tidak emas.
***
BAB III
KESIMPULAN
Bertitik tolak dari hasil penyusunan makalah yang telah
diuraikan pada bagian pemahasan penulis. Dapat disimpulkan bahwa, qiyas
merupakan suatu pengambilan kesimpulan dimana kita menarik dua macam keputusan
(qadhiyah) yang mengandung unsur bersamaan dan salah satunya harus universil,
suatu keputusan ketiga yang kebenarannya sama dengan kebenaran yang ada pada
kedua keputusan yang terdahulu itu.
Adapun bagian-bagian dari qiyas, yaitu yang pertama qiyas
istisnai ialah merupakan qiyas yang telah disebutkan dalam qiyas itu ‘ain
natijah atau naqidh secara nyata (bil fi’li). Dinamakan qiyas istisnai karena
mengandung adat istisnai yaitu lafadh lakin tetapi (qiyas istisnai dalam bahasa
lain disebut disjunctive syllogisme). Yang kedua yaitu qiyas
iqtirani adalah qiyas yang dua muqaddimahnya mengandung natijah secara
prinsip (bil quwah) tidak secara nyata (bil fi’li). Dalam qiyas ini
natijahnya disebutkan secara prinsipnya (bil quwah tidak bil fi’li), artinya
bahwa keadaan dua muqaddimah dalam qiyas mengandung madatan natijah
(bahan-bahan) tetapi tidak mengandung bentuk natijah.
DAFTAR PUSTAKA
Mu’in
Taib Thahir Abd, Ilmu Mantiq (Logika), Penerbit Widjaya Jakarta.
0 komentar: